Illiza: Syariat Islam tidak Menghalangi Kami dari Modernisasi

 

Banda Aceh – Pemerintah Kota Banda Aceh mengadakan diskusi publik bertajuk Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh (Kenyataan, Harapan dan Tantangan), Jumat (6/2/2015) di Aula Lantai IV Balai Kota Banda Aceh.

Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni Prof Dr Rusydi Ali Muhammad SH MH (Direktur Program Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry), Drs Tgk H A Karim Syeikh MA (Ketua MPU Banda Aceh) dan Ustadz Masrul Aidi (Ulama Muda Aceh).

Seminar yang diikuti oleh ratusan peserta dari unsur Pimpinan Dayah se-Kota Banda Aceh, Perwakilan Ormas Islam dan OKP tersebut, dibuka langsung oleh Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE.

Dalam sambutannya Illiza mengatakan, sejak pihaknya mendeklarasikan pelaksanaan syariat Islam di Banda Aceh, ujian terus datang. “Di luar (negeri), bukan beauty of islam yang diangkat ke media, tapi lebih cenderung dari sisi lainnya seperti soal teroris.”

Beberapa waktu lalu, kata wali kota, ia diundang ke Kedubes Amerika Serikat untuk mempresentasikan soal smart city. Dari sisi pemerintah dan masyarakatnya, Banda Aceh dinilai lebih siap untuk menjadi smart city. “Mereka awalnya terkejut melihat perkembangan atau pemanfaatan teknologi di kota kita yang menerapkan syariat Islam,” kata Illiza.

“Kami akan tunjukkan ke dunia, syariat Islam tidak menghalangi kami dari mordernisasi. Bahkan dengan tekonologi yang dibingkai dengan syariat, kami yakin akan lebih maju ke depan,” kata Illiza mengutip kembali pernyataannya di depan Dubes AS kala itu.

Menjawab pertanyaan terkait pelaksanaan hukuman cambuk yang dituding sejumlah pihak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), Illiza mengungkapkan, pada dasarnya hukuman penjara bertahun-tahun yang lebih melanggar HAM.

Illiza lalu menceritakan ada orang non muslim yang ditangkap karena menjual Miras yang diminta dicambuk saja daripada dikenakan pasal KUHP. Dengan dicambuk ia merasa tidak akan mau lagi mengulangi perbuatannya.

“Setelah menjalani hukuman cambuk, ia pun bisa kembali memenuhi hak dan kewajibannya kepada keluarganya. Bayangkan jika ia dipenjara sampai bertahun-tahun dan terpaksa menelantarkan keluarganya. Tapi tentu hal tersebut tidak bisa kita penuhi karena yang bersangkutan bukan muslim.”

Menurut wali kota, keindahan Islam-lah saat ini yang perlu diangkat oleh semua pihak, baik melalui media sosial maupun pertemuan-pertemuan seperti yang digelar hari ini. “Yang jangan memperkeruh suasana,” pesannya.

Hal lainnya, Illiza juga mengajak para peserta diskusi untuk mensosialisasikan kepada masyarakat soal hari valentine dalam waktu dekat yang jelas-jelas bukan budaya Islam.

Di kota-kota di luar Aceh, katanya, aneka penganan cokelat sudah disediakan di supermarket-supermarket. “Ada pita pink dan kondom di dalamnya. Di Banda Aceh belum saya temukan. Ini perlu kita sosialisasikan kepada masyarakat, ini bukan budaya kita. Jangan cukup hanya kita saja tahu, tapi sebarkan kepada masyarakat luas,” pungkas Illiza.

Diskusi publik yang dimoderatori Ustadz Ridwan Ibrahim tersebut turut dihadiri oleh Sekda Kota Banda Aceh Ir Bahagia Dipl SE, para Asisten, Staf Ahli, Kabag dan Kabid di lingkungan Setdako Banda Aceh serta para Kepala SKPD dan juga awak media. (Jun)


Update: 06-02-2015


SHARE: