Mulai Berlakukan Syariat Islam, 7 Jaksa Syariah Brunei Study Banding Ke Banda Aceh

Banda Aceh–Kerajaan Brunei Darussalam telah resmi memberlakukan hukum pidana syariah di Negara tersebut beberapa waktu yang lalu. Namun mereka mengakui masih ada beberapa hal yang harus disempurnakan terkait proses penegakan hukum tersebut. Untuk mempelajari hukum syariat Islam secara lebih mendalam, 7 Jaksa syariah dari Brunei Darussalam melakukan study banding ke Banda Aceh, Selasa (30/9).

Rombongan yang dipimpin Hadiyati Binti Abdul Hadi diterima Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE bersama dengan Ketua Mahkamah Syariyah, Kajari Banda Aceh, Husni Tamrin dan seluruh Kepala SKPD jajaran Pemko Banda Aceh.

Hadiyati dalam penjelasannya mengatakan tujuan mereka ke Banda Aceh ingin mengetahui bagaimana perundang-undangan (Qanun) dan kehakiman syariah di Banda Aceh dan Aceh untuk kemudian diadopsi dan diimplementasikan di Negara dengan berpenduduk 400 ribu jiwa tersebut.

“Kita di Brunei telah ditetapkan tiga tahap, yakni tahap 1 dihukum dengan takzir, tahap 2 dihukum dengan hudud tapi tidak hukuman mati, sedangkan pada tahap ke 3 nanti baru dihukum hudud hingga hukuman mati. Saat ini kita masih berada pada tahap 1” ungkap Hadiyati.

Untuk itulah lanjutnya, mereka datang ke Aceh ingin mempelajari lebih dekat karena Aceh yang telah memiliki Qanun yang mengatur tentang hudud.

Lebih lanjut, Hadiyati menjelaskan pihaknya juga ingin mempelajari apa saja upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah dalam penegakan syariat Islam.

“Disamping itu kita juga ingin sharing, tukar pandangan dan kongsi maklumat dengan Pemko Banda Aceh terkait hal ini” jelasnya lagi dalam bahasa Melayu.

Ditanya apakah ada perbedaan dengan penegakan hukum syariat  Islam di Brunei, Hadiyati mengaku belum melihat secara lebih dalam dan terperinci, namun dia mengakui secara umum ada kesamaan.

“Cuma dalam hal pelanggaran yang dilakukan non muslim ada perbedaan karena disini diberikan opsi kepada si pelanggar dari non muslim untuk melilih di adili secara hukum pidana umum atau hukum syariat, sementara di Brunei tidak ada pilihan, pelanggar tetap dihukum sesuai hukum Islam” tambahnya.

Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE membenarkan bahwa kedatangan 7 jaksa syariah Brunei untuk mempelajari lebih detail penegakan syariat Islam di Aceh. Katanya, yang sangat ingin diketahui oleh para Jaksa syariah dari Brunei adalah tentang hudud, karena dengan telah adanya Qanun Jinayah di Aceh mereka ingin mengantahui lebih dalam bagaimana hukum cambuk bisa ditegakkan.

“mereka juga ingin tahu bagaimana upaya-upaya dari Pemerintah Kota dalam penataan hukum hudud, apakah ada pembinaan dan sebagainya saya telah jelaskan juga. Kita doakan mereka juga dapat menerapkan hudud ini seperti yang telah ditegakkan pada masa pemerintahan Sultan Syarif dulu” ungkap Illiza.

Sebagaimana diketahui, Brunei Darussalam melalui Sultan Hasanah Bolkiah telah menyatakan secara resmi memberlakukan hukum syariat Islam di Negara tersebut dimulai 1 Mei 2014. Kebijakan Sultan ini kemudian mengundang kecaman keras berbagai kelompok pegiat hak asasi manusia internasional dengan menyebut tindakan Brunei sebagai suatu langkah mundur bagi hak asasi manusia.

Menanggapi kecaman tersebut, Sultan Hasanah Bolkiah menjelaskan bahwa Syariat Islam diberlakukan justru sebagai sebuah langkah untuk menjadikan Islam yang lebih konservatif.

Kecaman serupa juga pernah dialamatkan kepada Pemko Banda Aceh beberapa waktu yang lalu saat melakukan eksekusi cambuk 8 pelanggar maisir. Dalam kesempatan tersebut Illiza menjelaskan bahwa eksekusi cambuk terhadap depalan pelanggar maisir ini digelar bukan untuk menghina para pelanggar syariat Islam di depan umum, tetapi untuk mengangkat derajat dan martabat mereka di depan Allah.

Dengan diberlakukannya hukum Syariat Islam, Illiza meyakini nantinya tidak akan banyak masyarakat yang terkena hukuman karena kesalahannya, namun akan lebih banyak masyarakat yang memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah. (Mkk)


SHARE: