Selangor Kagumi Penerapan Syariat Islam di Banda Aceh

Banda Aceh – Pusat Khidmat Masyarakat Dewan Undangan Negeri (DUN) Hulu Bernam, Negeri Selangor, Malaysia melakukan kunjungan kerja ke Kota Banda Aceh. Mereka ingin mempelajari kebudayaan, adat istiadat dan penerapan Syariat Islam di Banda Aceh pasca musibah gempa dan tsunami 2004.

Rombongan yang dipimpin oleh H Muhammad Idris selaku Jawatan Kuasa DUN Hulu Bernam, disambut oleh Staf Ahli Wali Kota Banda Aceh Bidang Hukum dan Politik T Iwan Kesuma bersama sejumlah Kepala SKPK dan Kabag di balai kota, Senin (21/12/2015).

M Idris menyatakan pihaknya telah lama tertarik untuk datang ke Banda Aceh dan baru kali ini dapat terwujud. “Kami kagum melihat kebersihan kotanya dan memberi pujian besar untuk itu. Masyarakatnya juga sangat ramah kepada tamu yang datang.”

Menurutnya, pasca konflik dan musibah gempa dan tsunami 2004, Kota Banda Aceh kini lebih maju. “Dengan pencanangan world islamic tourism, semoga Banda Aceh bisa lebih maju,” katanya seraya menyarankan pembangunan jembatan penghubung antara Banda Aceh dan Sabang untuk mendongkrak pembangunan.

Ia juga mengungkapkan kekagumannya terhadap pelaksanaan Syariat Islam di Banda Aceh. “Kami ingin belajar dari Banda Aceh yang telah menerapkan qanun Syariat Islam yang didukung dengan visi Kota Madani. Di Selangor kami belum bisa terapkan qanun khusus soal syariat Islam karena keberagaman suku dan etnis,” urainya.

Ia kemudian memaparkan sejumlah best practicedi DUN Hulu Bernam yang berpenduduk sekira 150 ribu jiwa. “Tabungan daerah kami terbaik di Malaysia, tanpa pendapatan selama tiga tahun pun daerah kami masih bisa bertahan,” katanya.

“Oleh karena itu kami menjamin biaya hidup setiap jiwa penduduk kami mulai dari lahir hingga meninggal dunia. Setiap bayi yang lahir, pemerintah akan membuka tabungan di bank untuknya sebesar 100 ringgit per bulan, sehingga sewaktu ia berusia 18 akan memiliki cukup dana untuk kuliah.”

Bagi para pelajar, pemerintah di sana juga memberikan bantuan dana mulai dari 50 ringgit per bulan bagi siswa TK hingga 1.000 ringgit bagi mahasiswa. “Penduduk yang hendak menikah turut disubsidi sebesar 500 ringgit oleh pemerintah, tapi syaratnya masih berumur 35 tahun ke bawah,” ungkapnya.

“Air minum juga kami kelola sendiri, dan digratiskan bagi masyarakat. Sama halnya dengan pelayanan kesehatan bagi wanita yang juga digratiskan. Kemudian setiap orang yang meninggal, maka ahli warisnya akan menerima dana sebesar 2.500 ringgit,” pungkasnya.

T Iwan Kesuma yang pada kesempatan itu mewakili wali kota mengungkapkan, Pemko Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Illiza Saaduddin Djamal telah sering melakukan hubungan kerja sama dengan sejumlah daerah di Malaysia, seperti Penang, Melaka dan Kelantan.

“Pada November lalu kami juga telah berkunjung ke Selangor bersama sejumlah ulama belajar untuk belajar tentang penerapan Syariat Islam. Sepengetahuan kami, memang di sana masih memakai aturan nasional soal syariat. Ke depan, kami juga tertarik untuk melakukan studi banding guna mempelajari best practice di Selangor,” katanya.

Kadis Syariat Islam Mairul Hazami menjelaskan, pelaksanaan syariat Islam di Aceh telah memasuki tahap kedua, setelah pada tahap pertama yang menitiberatkan sosialisasi. “Sekarang kami sudah menggunakan Qanun Jinayah yang berisi pelaksanaan hukum-hukum Islam. Target ke depan syariat Islam yang sempurna seperti yang tertuang dalam Al-Quran, secara 

Menyangkut metode dakwah yang digunakan, pihaknya gencar menjalan program “beut bada Magrib” yakni pengajian rutin di Masjid-Masjid usai Shalat Magrib berjamaah menjelang masuknya waktu Shalat Isya.

“Majelis-majelis pengajian di tingkat gampong berupa TPA dan lembaga Tahfiz Quran terus kita bina dan hidupkan. Kami juga berdakwah hingga ke Warkop-Warkop selain pengajian rutin di pusat keramaian seperti Dakwah Umum Jumatan di Taman Sari,” 

Sementara di sektor pendidikan formal, Pemko Banda Aceh memasukkan kurikulum lokal yakni program diniyah di setiap jenjang pendidikan. “Sejak dini anak-anak kami di bangku sekolah sudah diajarkan membaca Al-Quran dan ilmu agama. Jadi tak mesti di sekolah umum saja.”


Ia menambahkan, untuk penindakan pelanggaran syariat, di Aceh telah dibentuk polisi syariat yang dinamakan Wilayatul Hisbah (WH). “Jika kami (Dinas Syariat Islam) amar makruf-nya, maka WH ini adalah nahi munkar-nya,” katanya.

Turut hadir dalam pertemuan yang berlangsung penuh keakraban itu antara lain Plt Kadisbudpar M Ridha, Kabag Humas Marwan dan Kabag Perekonomian Setdako Banda Aceh Arie Maula Kafka. (Jun)

SHARE: