Begini Proses Pengolahan Lumpur Tinja Menjadi Pupuk di IPLT Gampong Jawa
Banda Aceh – Areal Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang terletak di Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, tertata rapi lengkap dengan taman dan pepohonan sehingga jauh dari kesan jorok, menjijikkan maupun menebarkan aroma tak sedap.
Jika tidak memperhatikan papan nama di pintu masuk, maka anda tidak akan menyangka sedang berada di tempat pengolahan kotoran manusia menjadi pupuk tinja kering yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota (DK3) Banda Aceh ini. Anda serasa sedang berada di sebuah tempat rekreasi yang rimbun dan sejuk.
IPLT ini berada bersebelahan dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Banda Aceh. Di bagian depannya, mengalir Krueng Aceh yang bermuara ke lautan sekira 300 meter dari lokasi itu. Di sisi lainnya, terdapat pula pantai yang ramai dikunjungi warga, terutama pada hari libur.
Selain menghasilkan pupuk tinja kering yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja secara gratis, air yang dibuang setelah melewati sejumlah proses di IPLT ini tidak membahayakan lingkungan sehingga aman dibuang ke badan air, sungai maupun laut.
Saat ditemui di lokasi, Rabu (1/4/2015), Hendra Gunawan SHut, Kasi IPLT Bidang Persampahan DK3 Banda Aceh, mengatakan pihaknya menggunakan dua sistem pengolahan lumpur tinja di tempat itu, yakni sistem terbuka dan sistem tertutup.
Untuk instalasi sistem terbuka, kata dia, merupakan bantuan dari JICA pada 2005 yang terdiri dari dua imhoff tank berkapasitas masing-masing 50 m³ dan enam kolam penampungan. “Rata-rata, setiap hari ada 30 m³ lumpur tinja yang diangkut dengan tujuh mobil tangki dari rumah warga Banda Aceh dan Aceh Besar yang kita olah di sini,” kata Hendra.
Proses awal, jelas pria murah senyum ini, lumpur tinja diendapkan selama dua minggu di dalam imhoff tank untuk menurunkan kadar organik lumpur tinja dan bakteri-bakteri penyebab penyakit seperti bakteri coli.
“Setelah itu baru kita alirkan ke kolam yang pertama yakni kolam anaerobik. Di sini, lumpur tinjanya mengendap di dasar kolam sementara airnya jika telah penuh mengalir ke kolam fakultatif.”
Dari kolam fakultatif, lanjutnya, air limbah dialirkan ke kolam maturasi. “Air limbah dari kolam maturasi ini sudah layak dibuang ke badan air dan aman bagi lingkungan. Buktinya ikan pun bisa hidup di kolam ini. Ada ikan Lele dan Nila yang kita pelihara di sini,” katanya.
Nah, materi yang digunakan untuk pupuk tinja kering adalah endapan yang berada di kolam anaerobik yang dikeruk oleh petugas setiap enam bulan sekali. “Endapan tersebut kita jemur terlebih dahulu selama satu minggu dan kemudian sudah siap dipakai sebagai pupuk tinja kering,” katanya lagi.
Untuk instalasi sistem pengolahan lumpur tinja sistem tertutup, tambah Hendra, merupakan bantuan dari Unicef yang dibangun pada 2007. “Sistem ini menerapkan kombinasi pengolahan secara aerobik dan anaerobik. Teknologinya lebih canggih yang terdiri dari digester, sludge stabilization, buffle reactor dan anaerobic filter.”
“Sementara teknologi aerobik yang digunakan adalah planted gravel filter, kolam dan bak pengering lumpur tinja. Kapasitasnya juga lebih besar yakni 85 m³/hari. Proses pengolahan menjadi pupuk kering memakan waktu dua minggu, bak pengeringannya pun dilengkapi dengan atap sehingga tak bermasalah jika sedang turun hujan,” jelas Hendra.
Ia menambahkan, pupuk tinja yang dihasilkan di IPLT Gampong Jawa ini, rutin digunakan oleh DK3 Banda Aceh untuk kebutuhan bagi taman kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Banda Aceh.
“Pihak dinas pertanian juga kerap menggunakannya untuk proyek penanaman yang mereka lakukan. Untuk masyarakat yang mau menggunakannya kita berikan secara cuma-cuma. Pupuk ini sangat baik baik bagi tanaman dan sangat menyuburkan tanah maupun media tanam lainnya,” ujar Hendra mengakhiri pembicaraan seraya sedikit berpromosi. (Jun)