Tidak Ada Negara Miskin, yang Ada Negara Kaya yang Salah Kelola
Banda Aceh – “Tidak ada negara miskin di dunia ini, yang ada negara kaya yang salah kelola,”. Begitu ungkap Dr Tanri Abeng MBA selaku Rektor Tanri Abeng University (TAU) dalam presentasinya pada acara silaturahmi dengan Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE di pendopo wali kota, Selasa (24/2/2015) malam.
Pria yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN pada era Presiden Suharto dan BJ Habibie ini menyebutkan, Indonesia saat ini memiliki tiga problem utama, yakni kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi.
Menurutnya, memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, sektor produksi dan distribusi bangsa Indonesia akan terjadi di luar negeri jika Indonesia tidak punya daya saing.
“Pembangunan kita terlalu fokus di pusat, Aceh yang khusus saja belum bisa bangkit. Dalam 10 tahun terakhir, kesenjangan ekonomi kita bergeser dari angka 0,31 ke 0,41, dan ini sangat berbahaya. Sentral dari kesenjangan ini adalah pendidikan.”
Katanya lagi, Pemerintah Indonesia perlu merubah kebijakan ekonominya yang neo liberalisme. “Tidak mungkin industri kecil dan menengah kita mampu bersaing industri-industri besar.”
Ia menambahkan, pelaku ekonomi di Indonesia ada tiga yakni multinational corporation, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Solusi yang saya tawarkan adalah Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR).”
BUMR yang digagasnya ini kata Tanri Abeng, paling tidak harus ada satu di tiap kecamatan sehingga nantinya berjumlah 7.000-an BUMR se-Indonesia. “Pengelolanya adalah orang-orang yang kita develop dari TAU, terdiri dari para birokrat dan swasta,” jelasnya.
BUMR ini sudah dijalankan pihaknya di Sulawesi Tengah dan NTB. Untuk Aceh sendiri ia menilai punya potensi yang besar. “BUMR salah satu solusi untuk mengangkat ekonomi daerah yang berbasis kerakyatan dan pendidikan.”
Tanri Abeng kemudian mengutip pernyataan Peter Drucker, gurunya saat mengambil titel MBA di AS. “Tak ada bangsa yang miskin atau terbelakang. Yang ada adalah negara yangkurang dikelola dengan baik dan pengelolaannya kurang mempunyai jiwa kepemimpinan.”
Di universitas yang ia pimpin yakni TAU, pihaknya memadukan materi entrepreneur dan manajemen plus engineering. “Kelebihan TAU, kami networking dan partnership hampir di seluruh negara,” ujarnya sedikit berpromosi.
Secara khusus, TAU menawarkan jenjang pendidikan S1 bidang entrepreneur dan manajemen. “Entrepreneur tanpa manajemen tidak akan ada kesinambungan, sebaliknya manajemen tanpa entrepreneur hanya akan menjadi birokrat saja.”
TAU juga membuka kelas bersama antara birokrat dan swasta. “Reformasi birokrasi nihil maknanya tanpa perubahan paradigma. Syarat reformasi birokrasi ada dua, yakni restrukrisasi organisasi dan perubahan mindset.”
Sebelumnya, Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE dalam sambutan singkatnya menyampaikan harapannya kepada Tanri Abeng melalui TAU untuk membantu menyuarakan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh pada umumnya dan Banda Aceh pada khususnya di level nasional.
“Kami ingin membangun peradaban Islam di Banda Aceh. Harapan kami pula agar pusat berpikir khusus soal Aceh. Salah satu wujudnya mungkin membentuk tim atau program yang mendukung segala sektor dan disandarkan pada Syariat Islam yang berlaku di Aceh,” kata Illiza.
Turut hadir pada kesempatan itu antara lain, Sekdako Banda Aceh Ir Bahagia Dipl SE, Asisten Administrasi Umum Setdako Banda Aceh M Nurdin SSos, dan sejumlah pejabat di lingkungan Setdako Banda Aceh. (Jun)