Perubahan Hari Kerja PNS Sulit Diterapkan

Banda Aceh – Rekomendasi para ulama mengenai perubahan waktu kerja PNS di lingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh dari lima  hari kerja menjadi enam hari kerja, sulit untuk diterapkan mengingat waktu dan jam kerja telah diatur secara khusus oleh pemerintah pusat.

Demikian ungkap oleh Sekda Kota Banda Aceh Ir Bahagia Dipl SE saat mewakili Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE membuka rapat kerja Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh 2015..

Meskipun dasar dan tujuan dari usulan tersebut adalah baik dan pihaknya juga menyambut baik usulan ini,  ketidakseragaman waktu dan jam kerja dengan pemerintah kabupaten/kota lainnya maupun provinsi dan pusat, dapat mengganggu proses koordinasi dan komunikasi.

“Ketidakseragaman ini menjadi salah satu masalah mendasar dalam melakukan perubahan waktu kerja,” kata Bahagia pada acara yang digelar di Aula MPU Kota Banda Aceh, Rabu (18/2/2015).

Rekomendasi mengenai perubahan waktu kerja PNS tersebut sendiri mengemuka dalam Duek Pakat Ulama beberapa waktu lalu. Tujuannya agar jam pulang pegawai di lingkungan Pemko Banda Aceh sama dengan jam pulang anak sekolah. Dengan demikian waktu bersama keluarga lebih banyak sehingga dapat mengontrol aktifitas anak-anak.

Terkait Raker MPU yang digelar hari ini, menurut Sekda merupakan moment penting dalam menentukan rencana-rencana strategis tahunan demi menjawab berbagai isu-isu yang aktual. “Bagi Kota Banda Aceh yang berkomitmen untuk melaksanakan Syariat islam secara kaffah, Raker MPU tentunya merupakan ajang yang sangat penting yang dapat menentukan berbagai kemajuan penerapan nilai-nilai agama Islam di kota ini.”

Sekda berharap, Raker MPU benar-benar meluangkan waktu untuk membahas dan menganalisa permasalahan terkait penerapan syariat islam secara mendalam.
“Misalnya saja, mengapa akhir-akhir ini banyak aliran sesat yang masuk ke dalam masyarakat dan pemuda khususnya di Banda Aceh.”

Selain mencari solusi untuk mengatasi masalah di permukaan yaitu penanganan terhadap orang yang menyebarkan aliran sesat tersebut, sambungnya, penting pula untuk melihat mengapa sebenarnya masyarakat Aceh yang dikenal memiliki dasar agama yang kuat bisa terpengaruh.

“Apakah memang dasar atau pondasi kita yang kurang kuat atau ada masalah lainnya. Dan jika memang pondasi kita lemah, apa penyebabnya? Hal-hal seperti inilah yang saya harapkan dapat dikupas lebih dalam melalui Raker MPU ini.”

Kualitas hasil Raker ditentukan dari seberapa baik kita memahami inti dari permasalahan yang saat ini muncul dan meresahkan masyarakat sehingga kita dapat menemukan solusi yang paling tepat dan efisien. Jangan hanya melihat permasalahan dari luar, tapi kupas dan analisa hal-hal mendasar yang menjadi penyebab permasalahan tersebut.

Sekda mengingatkan, pelajari semua kelemahan dan kekuatan serta potensi dan peluang yang ada yang mungkin dapat membantu dalam penyelesaian masalah-masalah tersebut. “Dengan demikian, hasil dari Raker MPU Kota Banda Aceh 2015 dapat berkontribusi secara langsung dalam meningkatkan penerapan Syariat Islam secara Kaffah di Kota Banda Aceh dan membantu mewujudkan Banda Aceh sebagai model kota Madani,” pungkas Sekda.

Sebelumnya, Ketua MPU Kota Banda Aceh Drs Tgk H Karim Syeh MA, dalam sambutannya mengatakan Raker MPU tahun ini yang bertema “Melalui Raker Kita Tingkatkan Profesionalisme dan Kualitas Kinerja Pengurus dan Pegawai MPU Kota Banda Aceh” ini diikuti oleh 70 peserta.

Soal tema yang diangkat tersebut, Karim Syeh mengatakan profesionalisme sangat erat kaitannya dengan kompetensi. “Tanpa kemampuan atau skill, maka nihil lah kompetensi. Bagi MPU, tentu kita harus punya kompetensi yang berhubungan dengan Islam.”

Terkait kualitas kinerja, ia meyebutkan selama ini kita hanya kerap perhatikan kuantitas dan kurang memperhatikan kualitas. “Dalam ceramah agama misalnya, berapa orang yang berubah menjadi baik setelah mendengarkan ceramah. Soal pembelajaran Al-Quran juga begitu,” katanya.

Ia menambahkan, Syariat Islam yang diterapkan di Aceh saat ini sudah berpayung hukum yakni diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. “Pemerintah bertanggungjawab terhadap pelaksanaan Syariat Islam, mulai dari gubernur sampai kepala lingkungan,” katanya lagi.

Pihak panitia juga menggelar ceramah dan diskusi secara panel yang menghadirkan tiga narasumber, yakni Asisten Administrasi Umum Setdako Banda Aceh M Nurdin SSos, Wakil Ketua MPU Banda Aceh Drs Tgk Abdullah Atybi MPd, dan Ketua MPU Banda Aceh Drs Tgk Karim Syeh MA.

Pada kesempatan itu, turut hadir pula Kepala Dinas Syariat Islam Banda Aceh Mairul Hazami SE, Kabag Keistimewaan Setdako Banda Aceh Zahrul Fajri SAg MA, dan awak media. (Jun)


SHARE: