Soal DRR, Illiza Dorong Komunitas Internasional Prioritaskan Peran Kota
New York – Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menjadi salah satu pembicara pada “Habitat III Hearing for Local Authorities” sebagai bagian dari “The Global Taskforce of Local and Regional Government” di Kantor Pusat PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (17/5/2016), jam 11.30 waktu setempat.
Illiza tampil pada round table discussion 2 “Planning and Managing The Urban Spatial” bersama Wali Kota Sevilla (Spanyol) Juan Espadas Cejas, Wali Kota San Jacinto de Yaguachi (Ekuador) Jose Daniel Avecilla Arias, dan Wali Kota Pujili (Ekuador) Fernando Matute.
Mengawali pidatonya, Illiza yang menjabat sebagai Chair of The UCLG-ASPAC Standing Committee on Women of Local Government ini, menyebutkan, kedatangan pemimpin lokal dan regional dari seluruh dunia ke New York menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap pencapaian agenda 2030.
“Kota Banda Aceh adalah contoh sempurna dari apa yang perlu dilakukan untuk membuat dunia menjadi lebih aman, lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Illiza seraya memaparkan kilas balik bencana gempa bumi dan tsunami 2004, serta bagaimana warganya bangkit dari keterpurukan dan membenahi kota sampai dengan hari ini.
Ia meyakini semua kota di dunia telah bekerja keras untuk berkontribusi di dalam membangun ketahanan. Hal tersebut tercermin pada Konferensi PBB tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan tahun lalu di Sendai, Jepang. “Pemerintah daerah dan pemerintah nasional digugah untuk memperkuat ikatan mereka untuk lebih bekerja sama dalam hal membangun ketahanan ini.”
Pemerintah daerah, sebut Illiza, adalah tingkat pertama yang akan merespon ketika bencana terjadi, di manapun tempat dan negara terjadinya bencana. “Ketika masyarakat terimbas bencana, mereka langsung meminta bantuan kepada otoritas lokal mereka,” katanya.
Ia menambahkan, Pemerintah Kota Banda Aceh bekerja keras untuk memanfaatkan pelajaran berharga dari 2004 lalu, dan untuk lima tahun ke depan, rencana pembangunan jangka menengah yang akan datang akan fokus pada pembangunan ketahanan. “Kita belajar bahwa kita perlu secara sadar melanjutkan apa yang telah kita lakukan dalam dekade terakhir untuk menjamin keselamatan dan keamanan rakyat kita.”
Illiza menjelaskan, apa yang telah dicapai dalam sepuluh tahun terakhir setelah bencana, mencerminkan berdiri kuatnya kota dan warga Kota Banda Aceh untuk membangun ketahanan untuk kesinambungan pembangunan. “Kami mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat kemiskinan yang menurun. Kami juga memahami perlunya merencanakan pemanfaatan ruang untuk menjadi lebih aman dari sebelumnya.”
“Untuk itu, kami telah sepakat untuk membatasi pembangunan kota kami ke bagian utara kota kami, dan menggunakan lebih banyak ruang di bagian selatan untuk pengembangan kota selanjutnya. Di samping itu, pengelolaan sampah di Banda Aceh juga terus membaik, teknologi yang tepat juga senantiasa diterapkan,” papar Illiza.
Prasarana pendukung pengurangan risiko bencana, sebut Illiza, juga telah disediakan. Banda Aceh kini memiliki jalan jauh lebih besar untuk evakuasi bencana, gedung evakuasi dan sistem peringatan dini juga sudah lebih baik, serta daerah penyangga yang lebih luas, dan hutan Mangrove sebagai benteng terluar terhadap tsunami dan bencana terkait perubahan iklim lainnya. “Kampanye, drill tsunami, PRB berbasis sekolah dan masyarakat juga terus dilakukan untuk mendapatkan penggunaan yang tepat dari pengetahuan ke dalam tindakan yang aman dalam merespon bencana.”
Di samping itu, Pemko Banda Aceh juga berupaya keras mewujudkan Banda Aceh sebagai kota hijau. Salah satunya meningkatkan ruang terbuka hijau sebanyak mungkin. “Meskipun anggaran terbatas, sekarang hampir satu dari empat meter persegi ruang kota kami dianggap sebagai ruang terbuka hijau. Emisi gas rumah kaca terus dikurangi melalui peningkatan transportasi perkotaan dan mengurai kemacetan lalu lintas dengan meningkatkan kualitas jalan dan konektivitas.”
Menurut Illiza, meskipun pemerintah daerah memiliki keterbatasan teknis dan keuangan dan kelembagaan guna merespon terhadap pencapaian ini, pihaknya menyeru kepada komunitas internasional untuk mempersilahkan pemerintah daerah untuk memimpin proses ini dengan masyarakat. “Hanya dengan koordinasi yang erat dengan masyarakat, agenda ini dapat berhasil.”
Mewakili UCLG dan UCLG-ASPAC, Illiza juga menyerukan agar agenda-agenda pembangunan yang baru dapat menjadi lebih dekat kepada keadaan lokal. “Gunakan pendekatan ini dalam pembangunan dan pengurangan resiko, serta tindakan lokal pada fase pemulihan pasca bencana dan harus menjadi bagian esensial dari agenda pembangunan yang baru tersebut.”
Pihaknya turut mendorong komunitas internasional untuk mulai berfikir kota sebagai pusat penting dalam setiap upaya terkait Disaster Risk Reduction (DRR) atau pengurangan risiko bencana, karena kota adalah level perdana yang harus mengurus pengurangan risiko bencana. “Pemerintah pusat harus mengembangkan strategi bersama-sama dengan pemerintah daerah agar kapasitas pemerintah daerah berkembang. Hal ini akan terjadi jika proses desentralisasi dapat berlangsung dan terus diperkuat, agar pemerintah daerah dapat memiliki kekuatan dan kompetensi yang dibutuhkan,” sebutnya.
“Pemerintah daerah perlu dilibatkan pada tahap sangat awal dari platform dan kebijakan pemerintah sebagai pemangku kepentingan. Kita perlu meningkatkan dialog lokal-nasional untuk memperkuat kapasitas keuangan dan teknis dari pemerintah daerah untuk lebih mengevaluasi, memantau dan memastikan pelaporan risiko bencana, khususnya di bidang teknologi, pendidikan dan pelatihan,” sebutnya lagi.
Mengakhiri presentasinya, Illiza menyebutkan, dalam bentuk apapun dari agenda baru akan diambil, sangat perlu membangun seluruh tindakan atas nilai-nilai demokrasi, akuntabilitas, solidaritas dan kapasitas yang baik. “Masyarakat demokratis, damai dan berkelanjutan perlu dibangun pada institusi lokal dan teritorial yang baik dan bertanggung jawab serta mampu bekerja untuk menjembatani kesenjangan dan memiliki kepentingan yang sama, tanpa berhenti memberikan perhatian khusus kepada mereka yang membutuhkannya,” pungkasnya
Berdasarkan apa yang disampaikan Illiza, co-chair/moderator acara menyampaikan apresiasi terhadap perkembangan pembangunan Kota Banda Aceh yang sudah jauh lebih baik setelah satu dekade melewati bencana maha dahsyat gempa bumi dan tsunami 2004. Presentasi Illiza juga disambut tepuk tangan meriah dari para delegasi kota dunia yang hadir. (Jun)