Illiza Minta Bantuan Unicef Tangani LGBT di Banda Aceh

Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal meminta Unicef membuat suatu program khusus untuk menangani permasalahan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Banda Aceh. 

Saat ini, kata Illiza, pihaknya tengah mencari formulasi yang tepat untuk menangani masalah tersebut. “Apalagi penanganan LGBT menurut pendapat ahli tidak cukup hanya dengan melibatkan Psikolog dan Sosiolog, namun juga Kriminolog karena LGBT termasuk dalam kategori kejahatan seksual.”

Hal itu disampaikan Illiza kepada Kepala Perwakilan Unicef Aceh Andi Yoga Tama saat keduanya bertemu di balai kota, Jumat (1/4/2016). “Walaupun sulit, namun harus ada upaya yang kita lakukan untuk menyelamatkan generasi muda. Jumlah LGBT di Banda Aceh masih bias dideteksi, ditambah kepedulian masyarakat yang masih tinggi. Ini kesempatan kita.”

Ia menambahkan, Pemko Banda Aceh telah membentuk tim khusus untuk menangani fenomena LGBT mulai dari tahap pencegahan hingga tahapan penegakan hukum. “Soal rehabilitasi terhadap mereka yang masih kita cari formatnya, dan saya berharap Unicef dapat mengusulkan program terkait hal itu,” katanya.

“Penguatan bagi pasangan muda sebelum menikah berupa konseling dan seminar parenting bagi keluarga terus kita galakkan, namun upaya untuk menyembuhkan tentu lebih kompleks. Selain itu, komunitas LGBT ini terus menyasar korbannya. Walau pendidikan di keluarga sudah oke, tapi di luar anak-anak kita masih rentan,” katanya lagi.

‎Kepada pihak  yang menuding dirinya melanggar HAM karena terlalu keras menolak LGBT, Illiza menegaskan dirinya selaku kepala daerah berkewajiban menjalankan amanah konstitusi yakni penegakan Syariat Islam di Banda Aceh, dan dalam Islam LGBT itu sudah jelas hukumnya.

“Bukannya saya tidak menghargai HAM, namun disamping HAM ada juga hak agama dan nilai adat istiadat yang harus saya pertimbangkan. Saya hanya menjalankan amanah. Hukum Islam itu tegas sebagai pencegahan, karena untuk menerapkan hukuman tertinggi memang berat syaratnya,” jelasnya. 

Bukan hanya soal LGBT, Illiza juga mengharapkan Unicef membantu penanganan terhadap komunitas anak punk yang masih ada di Banda Aceh. “Rata-rata mereka berasal dari luar Aceh dan bermasalah di dalam keluarga. Intinya mereka kurang mendapatkan kasih sayang, dan mereka kebanyakan dari keluarga yang berada,” pungkasnya.

Menanggapi permintaan Illiza, Andi Yoga Tama menyebutkan mayoritas pemicu seseorang menjadi LGBT adalah akibat trauma kekerasan seksual terutama pada anak. “Mirisnya lagi hal itu lebih banyak terjadi di dalam sebuah keluarga,” ungkapnya. 

Untuk itu, pihaknya menawarkan usulan kepada Pemko Banda Aceh untuk membuat suatu pusat konseling keluarga. “Menangani LGBT butuh penguatan di dalam keluarga. Biasanya anak yang memiliki ayah yang jahat, berpotensi lebih besar untuk menjadi jahat saat ia beranjak dewasa,” katanya.

Pada kesempatan itu, Andi yang datang bersama program asistennya Said Ikram Baabud, juga mengapresiasi Musyawarah Rencana Aksi Perempuan (Musrena) yang diinisiasi oleh Illiza dan telah dilaksanakan sejak 2007 lalu. “Masukan-masukan dari kaum perempuan dalam perencanaan pembangunan suatu daerah tentu berbeda dengan kaum pria yang lebih fokus pada hal-hal yang bersifat fisik semata.” 

“Ditambah dengan adanya dana desa inovasi ini merupakan kesempatan bagus bagi pemerintah untuk memperkuat gampong,” katanya seraya menyampaikan rencana kedatangan Kepala Perwakilan Unicef Indonesia ke Banda Aceh pada 18 April mendatang untuk bertemu dengan Illiza guna membahas sejumlah program yang mungkin bisa dikerjasamakan antara kedua belah pihak. (Jun)


SHARE: